Guyuran hujan malam itu tidak
menyurutkan langkah kami untuk ber ikhtiar mencari kesembuhan
Sakitnya, derasnya air yang tumpah kebumi, seakan mengisyaratkan bumi
ikut menangis atas musibah yang sedang keluarga kami alami.
Perjalanan malam ini menuju rumah sakit
yang ditempuh dengan waktu 6-7 jam normalnya, kini harus kami tempuh
lebih dari itu, karena adikku yang sedang sakit tidak bisa mengalami
goncangan sehingga akan menambah parah sakitnya.
Allahu robbi...
dengan rahmat dan pertolonganMu kami
selamat dalam menempuh setengah perjalanan ini, meskipun harus
terkadang berhenti seketika, karena adikku merasakan sakit pada
perutnya.
Tepat pukul 01.30 WIB dini hari kami
berhenti di sebuah rumah makan, setelah beristirahat sejenak dan
kami melakukan sholat berjama'ah, adikku menyusul lalu berwudhu dan
melakukan sholat tahajjud di mushola sederhana itu. Kami yang sedari
tadi telah selesai hanya mampu memandanginya dari belakang tempat
sholatnya, Aku dan Ibu tetap bertahan menungguinya hingga selesai dia
Sholat, wlau saat itu kakak dan beberapa kerabat sudah kembali ke
mobil.
Sholat Di Masjid |
Setelah salam,,,lama dia tertunduk,
tidak tahu do'a apa yang sedang dia ucapkan dia terlihat sangat
khusyu sekali. Aku yang memandanganya dari kejauhan bagaikan patung
yang tersihir olehnya, deraian-demi deraian keharuan menetes jatuh di
pipiku, ada perasaan haru, dan bahagia bercampur didalam benakku.
“Allah terimakasih Engkau
lembutkan hatinya dengan do'anya dihadapanMu, semoga Kau berikan dia
kesembuhan, aamiin”
Lama
juga aku berdiri mematung dibelakangnya, akhirnya dia mengusapkan
kedua tangannya ke wajahnya, berakhirlah sudah do'a panjangnya di
malam itu.
Dia membalikkan wajah dan tubuhnya ke
arah kami, Aku dan Emak. Jelas sekali wajahnya yang kuning pucat,
namun terlihat bagai cahaya dari kejauhan, Ah perasaanku menjadi
sangat kacau melihat kondisi fisiknya yang seperti itu...
lambat sekali
jalannya menuju ke arah kami, serta merta diraihnya tangan Emak lalu
diciumnya, hingga diapun bersujud di kedua kaki Emak.
“Emak...maafin
arifin ya? Selama ini banyak khilaf dan salah sama Emak, mak maukan
maafin arifin?
Terus dia ucapkan
kata maaf itu dengan tangisan penyesalan dan sujud mencium kaki emak.
“Iya Arifin sudah
Emak maafkan,,,sekarang Emak hanya ingin arifin semangat untuk
sembuh, dan banyak berdo'a sama Allah, kan kita semua sedag ikhtiar
buat Arifin, jadi ga usah mikir yang macam-macam ya...”
Emak dan aku seraya
mengusap pundaknya, astaghfirulloh tubuh yang gagah dahulu kini
begitu terasa ringkih dan seperti tinggal kulit dan tulang saja,
kasihan sekali kamu adikku...
“Pokoknya kamu
harus terus semangat ya, mba dan semua keluarga disini akan
semaksimal mungkin berikhtiar dan berdo'a buat kesembuhan Arifin,
yang pastinya Arifin harus lebih dekat lagi dengan Allah ya...”
Allahuakbar...Dia yang mulut dan
sikapnya terkadang tajam dan arogan, kini merendahkan diri dihadapan
seorang ibunda, mencium tangan dan kedua kakinya demi mendapatkan
pintu maaf sang bunda, semoga Allah menerima taubatmu adikku dan
Allah ridho padamu. Aamiinn
sudah
terhitung malam ke 40 hari ini kami menginap dirumah sakit, untuk
merawatnya. Kami berusaha sekuat-kuatnya untuk senantiasa
memotivasinya walau kenyataan tidak sesuai dengan keinginan, aku
berusaha legowo dan tawakal padaNya.
Siang
ini cukup banyak yang aku dan Arifin perbincangkan, kesehatannya
sudah terlihat lebih baik. Hingga malam ba'da maghrib masih saja ada
yang menjenguknya, beliau tetangga rumah kami yang datang bersama
keluarganya untuk menjenguk adikku.
“Pak
Arifin minta maaf ya, kalo selama ini mungkin punya salah sama Bapak,
Ibu dan Arifin titip juga tolong sampaikan maaf Aku ke orang-orang
di kampung, soalnya takut ga sempat pulang. Insyaalloh besok sudah
mulai kemo jadi kemungkinan Arifin tinggal di palembang untuk
sementara waktu. Terimakasih pak sudah mau jenguk Arifin, maaf
merepotkan ya..” ujar adikku.
“Arifin
cepat sembuh ya, Bapak dan ibu juga mendo'akan Arifin bisa sehat
lagi, yang sabar ya Fin, banyak berdo'a sama Allah, Bapak dan Ibu mau
pamit pulang sudah malam ndak bisa lama-lama”. Kata bapak itu
sambil bersalaman.
Aku
masih memperhatikan percakapan adikku dengannya, mereka berpamitan
dan bersalaman, dipeluknya adikku bersama tangisan iba nya melihat
Adikku yang terbaring lemah dan pucat bercahaya. Kutahan agar tak
jatuh air mataku, melihat begitu haru mereka pada adikku dan
sayangnya mereka pada adikku.
Namun hanya Allah yang tahu, segala
amal yang tersembunyi maupun yang nampak. Dan hanya pada Allahlah
kelayakan pembalasan atas amal baik dan buruk yang kita lakukan. Kau
begitu dikasihi oleh tetangga-tetanggamu Dik, mereka yang datang lalu
menangis melihatmu, mereka begitu menyayangimu Dik, begitu juga
dengan Mbamu, Emak dan Kakak-kakak semuanya, kami menyayangimu, lekas
sembuh ya Adikku...
Malam ini terasa
begitu panjang, sebab si Adik gelisah terus dan tidak bisa tidur. Aku
khawatir sekali jika sampai down kondisi badannya ini akan mengefek
pada pembatalan kemo besok pagi, Ya Allah berikanlah ia ketenangan
dan jauhkan dari rasa sakit ya Allah.aamiin.
Berapa kali dia
mengigau, dan mengajakku berbicara padahal hari sudah sangat larut.
“ya sudah Arifin
istirahat dulu aj ya, kan besok sudah mau di kemotrapi jadi ga boleh
sampai kurang istirahatnya, banyak berdo'a dan zikir ya dik sebelum
tidur supaya tetap dijaga sama Allah”, ujarku mengingatkannya.
“Iya mba Arifin
akan istrahat, arifin akan nurut apa yang mba katakan, Astagfirullloh
hal adhiiim, Astagfirullloh hal adhiiim, Astagfirullloh hal
adhiiim,,,” dengan zikirnya ia mulai tertidur dan tak lagi ku
dengar suara nya.
“Mba sini,,,deket
Arifin, arifin mau tanya ke Mba?”
aku perlahan
menghampirinya lagi, ada sesuatu yang ingin dia tanya
“ Mba punya musuh
ga?”tanyanya
“Nggak, memangnya
kenapa kok nanyanya seperti itu?” jawab sambil balik bertanya
“Iya,,,berarti
hanya mba yang bisa bacakan Ifin”, katanya
“Bacakan apa
maksud Ifin?, tanyaku penasaran
“ya Bacakan Ifin
ya Mba,,,
“Iya nanti mba
bacakan buat Arifin ya, sekarang arifin harus istrahat dulu ya”
kataku seraya memngambil mushab untuk siap tilawah di sampingnya.
“Iya mba arifin
akan menurut apa yang mba katakan, arifin mau istirahat dulu ya mba,
Astagfirullloh hal adhiiim, Astagfirullloh hal adhiiim,
Astagfirullloh hal adhiiim...”suaranya semakin melemah dan tak
terdengar lagi seraya matanya terpejam tidurnya terlihat pulas
sekali.
Foto ini diambil 3 hari sebelum dia meninggalkan kami |
Kalimat tahlil itu,
terus dan terus aku bisikkan ditelinganya namun hanya gerakkan kecil
saja yang terlihat dari bibirnya dan tubuhnya yang lunglai saat itu.
Ia lunglai lemah tanpa suara...jiwanya pergi meninggalkan jasad dan
orang-orang yang mencintai serta mengasihinya...
Adikku...saat rohmu
pergi bersama malaikat izroil...
mba dan emak
berusaha mengikhlaskan mu...
air mataku
seakan-akan sudah tak mampu lagi keluar dari mata..
sebab sedih ini
terlalu dalam di hati...
hanya
kalimah-kalimah zikir yang mampu ku kumadangkan
sambil ku usap
wajahmu yang tampan,
ini adalah yang
terakhir mba mengusap dahi dan wajahmu dik...
Semoga kau tenang
disana, dimuliakan disisiNya...
Teriring doa
terbaik mba untukmu...
teriring fatihah
selalu untukmu...
Ada satu kata yang
belum bisa mba ucapakan padamu...
“maaf” maafkan
mba yang menginginimu ber istirahat...
Aku tak tahu kalo
ini menjadi istrahatmu yang sesungguhnya...
Istighfar menjadi
kalimat terakhir yang kau ucapkan...
Maafkan mbamu ini
dik...
maafkan mbamu...
bukan maksud
menginginkamu beristirahat selamanya,,,
Bukan...
bukan ini...
mba menyesal
mengucapkan kalimat itu padamu dik...
sekali lagi maafkan
mba yaa...Mba sayang kamu
dik...
Jakarta, 1 Agustus 2013
23 Ramadhan, 1434 H